fixmakassar.com – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ossy Dermawan, mengajak Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPI) untuk berpikir lebih luas. Bukan sekadar angka-angka dingin yang menjadi fokus, melainkan juga aspek kemanusiaan dalam penilaian tanah. Pernyataan ini disampaikan Ossy di ICE BSD, Rabu (24/4/2025), layaknya sebuah seruan untuk membangun jembatan, bukan tembok, antara pembangunan dan masyarakat.
"Penilaian tanah bukan hanya soal angka, tapi juga empati dan etika," tegas Ossy. Ia menekankan bahwa masyarakat yang terdampak proyek pembangunan jangan sampai menjadi korban pembangunan itu sendiri. Metafora "tanah bukan sekadar angka" yang dilontarkan Ossy, merupakan sindiran halus terhadap praktik penilaian tanah yang mungkin mengabaikan aspek sosial.

Ossy juga menyoroti keberhasilan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah menerbitkan sertifikat untuk 10 juta bidang tanah per tahun sejak 2017. Namun, masih ada 24 persen bidang tanah yang belum bersertifikat, sebagian besar karena konflik atau status kepemilikan yang belum jelas. Ini bagaikan gunung es, dimana masalah sebenarnya jauh lebih besar dari yang terlihat di permukaan.
"Kita tak bisa asal terbitkan sertifikat. Banyak sengketa. Pendekatannya harus solutif, bukan dengan tangan besi," jelas Ossy. Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Dukungan terhadap pendekatan humanis ini datang dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, yang menyatakan bahwa langkah ATR/BPN selaras dengan prinsip keadilan hukum. "Konflik tanah bukan hanya soal dokumen, tapi soal hak hidup masyarakat," tegas Febrie, menunjukkan bahwa permasalahan tanah berakar pada kepentingan dasar manusia.
Dengan semangat kolaborasi, pemerintah berharap program pensertifikatan tanah tidak hanya mempercepat legalitas, tetapi juga membawa keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Harapannya, proses ini akan menciptakan suasana yang harmonis dan berkelanjutan, bukan konflik yang terus berulang. (*)






