fixmakassar.com – China baru saja membuka tabir misteri aliran dana subsidi mobil listriknya. Seperti membuka kotak Pandora, data dari Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) mengungkap alokasi subsidi untuk kendaraan energi baru (NEV) periode 2016-2022. Angka-angka ini menceritakan kisah evolusi industri otomotif Negeri Tirai Bambu, bagaikan perubahan aliran sungai yang terus bergeser.
Dari tahun 2016 hingga 2020, total subsidi yang digelontorkan mencapai 1,65 miliar yuan atau sekitar Rp 3,76 triliun. Beijing Electric Vehicle Co. muncul sebagai penerima terbesar dengan menguasai sepertiga kue subsidi, yakni 556 juta yuan. Uniknya, BYD hanya mendapatkan 15,74 juta yuan, sementara Tesla, yang baru mengajukan pada 2020, hanya mendapatkan 3,59 juta yuan. MIIT menjelaskan, beberapa produsen menerima subsidi lebih kecil karena kendala administratif, seperti dokumen yang tidak lengkap atau data yang kurang. Alokasi subsidi untuk 2023-2024 masih menjadi teka-teki yang belum terpecahkan.

Namun, pergeseran yang signifikan terjadi pada 2021-2022. Subsidi semakin terkonsentrasi pada produsen besar dan startup terpilih. Anak perusahaan BYD di Shaanxi dan Shenzhen masing-masing menerima 37,91 juta yuan dan 35,56 juta yuan, sementara anak perusahaan Tesla di Shanghai mendapatkan 30,15 juta yuan. Leapmotor, startup yang didukung Stellantis, juga mendapatkan sebagian kue subsidi sebanyak 2,76 juta yuan. Hal ini menunjukkan perubahan arah subsidi dari perusahaan milik negara menuju pasar yang lebih kompetitif.
Zhou Lijun, peneliti dari Yiche Research, memperkirakan bahwa pemerintah akan terus menyesuaikan kebijakan subsidi NEV secara dinamis. Ia juga memprediksi nilai subsidi akan terus menurun di masa depan. Perubahan ini bagaikan arus pasang surut, menunjukkan dinamika industri mobil listrik China yang terus berkembang.