fixmakassar.com – Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) menyerukan agar persoalan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor pelabuhan diselesaikan secara administratif, bukan melalui jalur hukum yang berlarut-larut. ABUPI melihat PNBP sebagai kewajiban fiskal yang seharusnya diselesaikan dengan kepala dingin, layaknya menyelesaikan perbedaan pendapat dalam keluarga.
ABUPI berpendapat, jika terjadi sengketa terkait PNBP, seperti kurang bayar atau perbedaan perhitungan, sebaiknya diselesaikan melalui komunikasi dan klarifikasi administratif. Ketua Umum ABUPI, Liana Trisnawati, menekankan bahwa PNBP adalah bagian dari sistem pendapatan negara yang diatur oleh undang-undang dan perjanjian kerja sama. "Selama perhitungan didasarkan pada regulasi yang sah dan disetorkan secara transparan, maka kewajiban tersebut bersifat administratif," tegasnya.

ABUPI juga menyoroti pentingnya sinergi antara lembaga negara, aparat penegak hukum, dan pelaku usaha pelabuhan. Jangan sampai terjadi tumpang tindih antara ranah administrasi fiskal dan penegakan hukum. Pendekatan yang harmonis akan menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mendukung optimalisasi pendapatan negara. Alih-alih sibuk berperkara, energi sebaiknya difokuskan untuk memajukan sektor pelabuhan.
Dalam konteks wilayah khusus seperti Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone), tata kelola pelabuhan seharusnya diatur berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan (BP). Kewenangan BP merupakan pelimpahan dari kementerian teknis terkait. Sinkronisasi dan kejelasan kewenangan antar instansi sangat penting agar pengelolaan kawasan tetap sejalan dengan kebijakan nasional di bidang pelayaran dan kepelabuhanan.
ABUPI memandang isu PNBP tidak bisa dipisahkan dari konteks operasional dan keselamatan pelayaran. Semangat yang diusung adalah menjaga keseimbangan antara kepatuhan hukum, efisiensi usaha, dan keselamatan maritim. Jangan sampai masalah PNBP menjadi batu sandungan bagi kemajuan sektor pelabuhan Indonesia.






