fixmakassar.com – Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Andrinof Chaniago, kini resmi menyandang gelar doktor. Sebuah pencapaian akademik prestisius ini diraihnya setelah sukses menjalani Sidang Promosi Doktor di Universitas Bina Nusantara (BINUS), Jakarta, pada Rabu (17/12/2025). Dalam disertasinya yang berjudul "Fungsi Kepemimpinan, Budaya Organisasi Pembelajaran, dan Keluasan Pengalaman dalam Membentuk Mindset Kepemimpinan Abad 21 pada Talent BUMN Perbankan," Andrinof mengupas tuntas tantangan krusial dalam melahirkan pemimpin masa depan, khususnya di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Andrinof mengungkapkan bahwa penelitiannya ini berakar dari sebuah "kegelisahan kolektif" yang dirasakan oleh para petinggi korporasi global. Mereka menghadapi kenyataan pahit: sistem pengembangan kepemimpinan yang ada saat ini seringkali gagal mengisi kekosongan takhta kepemimpinan ketika para pemimpin senior harus undur diri. "Pengakuan para CEO dan mantan CEO perusahaan-perusahaan global yang mengatakan bahwa perusahaan global kesulitan mendapatkan pemimpin ketika pemimpin lama sudah harus mundur dari posisinya," tegas Andrinof dalam paparannya di Auditorium Binus Anggrek, seolah menyoroti celah besar dalam strategi suksesi global.

Namun, di tengah bayang-bayang kegagalan global tersebut, Indonesia justru menampilkan secercah harapan. Selama satu hingga dua dekade terakhir, fenomena menarik menunjukkan bahwa segelintir BUMN di Tanah Air mampu menjelma menjadi "kawah candradimuka" yang tak hanya mencetak pemimpin handal untuk kebutuhan internal, tetapi juga menjadi pemasok talenta kepemimpinan bagi banyak perusahaan lain. Kebijakan Talent Pool Nasional yang digulirkan Kementerian BUMN pun menjadi angin segar, memperkuat ekosistem pencarian dan pengembangan pemimpin masa depan.
Dari hasil penelitiannya, Andrinof menyimpulkan sebuah formula jitu. Ia menyatakan bahwa kepemimpinan yang berorientasi pada pengetahuan, dipadukan dengan strategi pengembangan talenta yang menumbuhkan budaya organisasi pembelajaran, serta diisi dengan program mentoring dan coaching yang terstruktur, akan menjadi kunci untuk memunculkan "gudang talenta" pemimpin abad ke-21 dalam jumlah yang memadai. Ini adalah resep yang diyakini bisa mengisi kekosongan yang selama ini menghantui.
Meski demikian, Andrinof tidak menutup mata terhadap realitas lapangan. Ia mengakui bahwa faktor eksternal, yang seringkali bersifat non-kompetensi, kerap menjadi "penjegal" dalam praktik kepemimpinan di Indonesia. Namun, dengan keyakinan yang kuat, ia optimistis bahwa model pengembangan kepemimpinan berbasis meritokrasi tetap bisa diimplementasikan. "Memang betul external factor sering mengalahkan kompetensi. Tapi, faktanya teori-teori meritokrasi sering tidak terpakai karena faktor itu. Namun, kita bisa melihat pilot project yang ditunjukkan oleh segelintir BUMN yang berhasil memunculkan pemimpin yang mendekati kriteria pemimpin sebenarnya," jelasnya, memberikan contoh nyata bahwa meritokrasi bukan utopia.
Andrinof menambahkan, jika "pilot project" sukses ini dapat ditransformasi atau direplikasi oleh lembaga lain, ia yakin Indonesia akan memiliki fondasi kepemimpinan yang lebih kokoh. "Walaupun perjalanannya panjang," pungkasnya, menandakan bahwa upaya ini memerlukan komitmen dan visi jangka panjang untuk membentuk generasi pemimpin yang tangguh dan relevan di era yang terus berubah.






